Review: The Kitchen (2019)

Cuma di The Kitchen wilayah Hell’s Kitchen dipegang sama ibu-ibu.

Film ini mengisahkan tentang tiga orang istri gangster yang di wilayah Hell’s Kitchen. Ada Kathy Brennan (Melissa McCarthy) yang keibuan dan suaminya penyayang, ada Claire (Elisabeth Moss) yang sering mengalami KDRT jadi samsak suaminya, dan ada Ruby (Tiffany Haddish) yang sering diremehkan suaminya karena ia perempuan kulit hitam.
Pada suatu hari para suami mereka tertangkap basah oleh polisi saat sedang merampok sebuah toko. Singkat cerita ketiga suami itu dijebloskan dalam penjara untuk ditahan selama beberapa tahun. Anggota gangster lainnya berjanji untuk membantu menafkahi para istri. Sayangnya uang yang diberikan terlalu sedikit. Kathy dan Ruby menghadap para gangster untuk meminta uang tambahan, eh mereka malah diremehin. Sejak saat itu mereka bertiga memutuskan untuk membentuk kelompok sendiri. Mereka meyakinkan para pengusaha kecil di lingkungan Hell’s Kitchen untuk setoran ke mereka dengan imbalan tempat usaha mereka akan aman dari gangguan apapun. Usaha mereka berhasil, tapi tentu saja para gangster tidak suka dengan tindakan mereka ini…

Yang saya suka dari film ini:
+ Melissa McCarthy itu nggak pernah fail meranin peran apapun sejauh ini. Semua orang tahu dan jadi ingat dengan Melissa berkat perannya sebagai chef baik hati, ngegemesin, namun slebor di serial Gilmore Girls. Tapi Melissa selalu berhasil keluar dari karakter apapun yang dia perankan. Sehingga semua karakter Melissa yang ia perankan rasanya nggak pernah sama. Nggak kayak Jennifer Aniston yang selalu masih ada ‘Rachel’nya di peran apapun yang ia mainkan.
+ Suka banget dengan karakter tukang pukul yang dingin yang diperankan oleh Domhnall Gleeson. Domhnall ini yang berperan jadi Bill Weasley abangnya Ron Weasley di film-film Harry Potter, lho.
+ Saya suka dengan tema feminis dan girl power dari film ini. Ada satu dialog mengesankan yang dilontarkan Kathy saat berantem dengan suaminya. Di situ diperlihatkan bagaimana insekuritas dari sebuah rumah tangga itu umumnya datang dari lelaki yang kegedean egonya.
+ Rambut dan kostumnya saya suka banget. Apalagi film ini ceritanya pas era 70-an, era fashion kesukaan saya.
+ Penulisan naskahnya bagus. Sampai banyak yang mengira kalau film ini adalah berdasarkan kisah nyata. Padahal film ini hanya adaptasi dari komik DC Vertigo

Yang saya kurang suka dari film ini:
– Set dah Tiffany Haddish, akting lo jelek banget dah ah. Kayak takut banget sik keliatan muke lo jadi jelek. Sok galak lo juga jadi aneh. Serba nanggung gitu. Tiffany…Tiffany…. Jangan gitu lagi ya.
– Lu lagi Elisabeth Moss. Hadeeh 11-12 lu ye ama si Tiffany. Kalau akting temen lo jelek, ya jangan diikutin dong. Harus punya pendirian gitu jadi orang. Walau akting Elisabeth nggak sejelek Tiffany, tapi karakter Claire itu nggak pas banget buat dia. Ini maaf-maaf ya kalau ngomongin fisik, tapi di film ini dia digambarkan sebagai cewek cantik yang selalu digodain orang. Tapi…tampangnya sendiri nggak secantik itu 😦 Cantikan Tiffany kemana-mana. Elisabeth juga nggak berhasil mengeksplor karakter Claire yang dulu lemah karena jadi korban KDRT suami kemudian menjadi seorang perempuan pemberani. Transformasi nggak berasa gitu.

Rate: 3,5 out of 5
Film ini saya tonton di Netflix

Ini trailernya…

Comment

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: