Sebel, banyak yang dipotong 😦

Film ini mengisahkan tentang Suster Maryam (Maudy Koesnaedi) yang tinggal di sebuah asrama gereja di Semarang. Tidak ada yang istimewa di hari-hari Maryam sebagai di gereja. Semuanya ia jalani dengan ikhlas untuk melayani Tuhan. Mulai dari memasak, mengurus asrama gereja, sampai memandikan suster yang sudah lansia.
Namun semuanya berubah ketika Romo Yosef (Chicco Jerikho) muncul di gereja Suster Maryam. Romo Yosef yang tampan dan pandai bermain musik membuat Suster Maryam diam-diam mengaguminya. Kekaguman Suster Maryam disambut baik oleh Romo Yosef. Sang romo pun sering mengajak Suster Maryam dalam pertemuan rahasia. Rasa yang ditawarkan oleh Romo Yosef ini asing namun dinikmati oleh Suster Maryam. Tapi bagaimana dengan sumpahnya pada Tuhan untuk mengabdikan hidupnya untuk melayani?
Yang saya suka dari film ini:
+ GAMBARNYA BAGUS WEI! Memanjakan mata banget deh ini film.
+ Posternya juga bagus
+ Ya Allah, itu Maudy Koesnaedi kok udah tua bisa tetap kece, sih? Apa rahasiamu mba? Saya bodo amat ama agamamu mba. Yang saya pengen tahu itu, skin caremu apa? Jawab! *gebrak meja biar Maudy langsung jawab*
+ Salut sama sutradara Ertanto Robby yang di negara tercatat sebagai beragama Muslim, namun bisa bikin film tentang keseharian kaum Nasrani dengan segini indahnya.
+ Chicco Jerikho dengan rambut gondrong itu adalah jaminan seksi, sodara-sodara. Jadi kalau di film ini diceritakan susternya khilaf karena kegantengan doi, YA WAJAR BANGET LAH YA~
+ Set dan propertinya baguuuus. Kaya dan penuh.
+ Aktingnya Tutie Kirana masih numero uno!
+ Ada satu dialog yang jadi favorit saya di film ini:
Jika surga belum pasti untukku, buat apa aku mengurusi nerakamu?
Yang saya kurang suka dari film ini:
– Ini tuh filmnya banyak dipotong. Jadi kalau abis nonton film ini nggak paham ama ceritanya, wajar banget. Yang dipotong tuh hal-hal krusial yang menghidupkan cerita pula. Seperti tentang latar belakang keluarga Maryam yang Muslim. Sama kejadian Maryam dan Yosef di pantai. Saya tahu kalau adegan ini dipotong setelah dikasih tahu oleh beberapa teman yang beruntung bisa nonton versi fullnya. Cerita aslinya bisa juga Anda baca di Wikipedia. Tapi spoiler alert banget lho, ya.
Udah gitu adegan yang dipotongnya itu kasar pula. Jadi pas di tengah-tengah lagi nonton, kita kayak kaget, ‘lho kok berubah begitu aja adegannnya?’
– Terlepas rasa cinta saya kepada Joko Anwar sebagai sutradara, namun Joko Anwar sebagai pemain film itu nggak bagus. Masih kaku bang. Maaf ya, bang Joko. Anggap aja ini masukan ya. Jangan marah, ya *salim*
– Film ini standar festival lho, ya. Jadi minim dialog tapi gambarnya indah-indah. Mungkin bagi beberapa orang, film ini akan terasa sangat pelan dan membosankan.
Saya tonton film ini di Netflix.
Rate: 3 out of 5
Ini trailernya…
2 tanggapan untuk “Review: Ave Maryam (2019)”
Pantesan pas nonton ini di netflix bingung sendiri krn ga nemu kisah maryam yg punya keluarga muslim.
Iya dipotong. Nggak seru ya