Review: Downton Abbey (2010-2015)

Akhirnya saya bisa menyelesaikan serial ini. Ini akan jadi salah satu serial favorit saya sepanjang masa.

Serial ini menceritakan tentang keluarga aristokrat Inggris pada awal tahun 1920-an. Mereka adalah Lord Grantham (Hugh Bonneville) yang menikahi gadis kaya dari keluarga terpandang Amerika, Lady Cora (Elizabeth McGovern). Bersama mereka memunyai tiga orang putri, Lady Mary (Michelle Dockery) yang cantik jelita namun tinggi hati, Lady Edith (Laura Carmichael) yang wajahnya paling tidak menarik namun cerdas, dan Lady Sybil (Jessica Brown Findlay) yang baik hati dan rendah hati. Mereka semua tinggal di kastil bernama Downton Abbey.

Pada season pertama diceritakan tentang bagaimana kebingungan Lord Grantham dalam mencari pewaris gelar kebangsawanan dan kekayaannya. Karena ia tidak punya anak lelaki, secara adat Inggris di masa itu anak perempuan tidak diperkenankan mendapat harta warisan. Maka jalan satu-satunya Lady Mary harus mencari suami yang ‘sepadan’ untuk mewarisi kakayaan mereka. Disela upaya mencari jodoh yang tepat untuk Lady Mary, si sulung juga berkecimpung dalam siblings rivalry dengan Lady Edith. Persaingan kakak-adik ini sampai di tahap yang toxic. Mereka tidak segan ‘menghancurkan’ hidup dan masa depan satu sama lain.

Itu adalah konflik yang harus dihadapi oleh kaum ‘atas’ Downton Abbey. Beda lagi dengan kaum ‘bawah’nya, yakni para pelayan Downton Abbey. Mereka pun harus menghadapi konflik di keseharian mereka sendiri. Seperti geng antar pelayan, percintaan antar pelayan, persaingan antar pelayan agar selalu terlihat oleh kaum ‘atas’, gosip antar pelayan, sampai ambisi yang tak segan melukai majikannya sendiri.

Yang saya suka dari serial ini:
+ Julian Fellows sang kreator Downton Abbey ini sangat mahir dalam menulis naskah cerita yang bagus. Mulai saat ini semua karya dengan nama Julian Fellows akan masuk dalam watchlist saya.
+ Seluruh karakter memunyai porsi cerita yang saling menguatkan karakter lainnya. Semuanya memunyai peran penting. Layaknya sebuah rumah, masing-masing karakter punya peran daam menghidupi ruang tertentu di rumah tersebut.
+ Meski serial ini menceritakan kisah tentang satu abad yang lalu, namun serial ini memunyai kesamaan yang erat dengan kita di era milenium ini. Yaitu kegagapan dan adaptasi yang dipaksakan terhadap perubahan.


Para tokoh di Downton Abbey mengalami perubahan besar saat ditemukannya listrik dan telepon. Ada begitu banyak adaptasi yang harus mereka hadapi dengan bermunculannya berbagai alat mutakhir (listrik) di era itu. Ditambah inovasi baru juga memicu perubahan perilaku dan pola pikir manusia. Hal yang sama juga sedang terjadi pada kita dengan munculnya internet. Begitu banyak perubahan perilaku yang membuat kita enggan berubah namun terpaksa karena harus mengikuti zaman.
Konflik-konflik perubahan zaman seperti ini diceritakan di Downton Abbey dengan gamblang namun terasa dekat penonton masa kini.
+ Sangat suka dengan bagaimana serial ini menyisipkan kritik dan pesan pemberdayaan perempuan melalui dialog-dialognya.

Lady Edith


+ Selayaknya kaum aristokrat Inggris yang kalau ngomong itu harus pakai basa-basi dan anti straight to the point, banyak banget kalimat bagus untuk dipelajari dan bisa ditiru untuk negosiasi.
+ Suka banget dengan dialog yang dilontarkan oleh Violet Crawley (Maggie Smith) sebagai nenek yang judes, anti modernisasi, namun sayangnya semua nasehatnya benar.

Violet Crawley


+ Kita akan dibuat senang dan gemas kesal pada masing-masing tokoh di tiap seasonnya secara bergantian. Jadi jangan terlalu suka sama satu tokoh, ya.
+ Saya jadi belajar banyak tentang budaya dan adat Inggris pada zaman itu. Sampai sekarang saya masih takjub bagaimana kaum aristokrat zaman itu harus pakai gaun bagus (pesta) untuk tiap makan malam di rumah. Saya juga salut dengan loyalitas para pelayan keluarga bangsawan yang bisa melihat tuannya sebagai ‘dewa’.
+ BAJU-BAJUNYA BAGUS BANGET YA ALLAH! Tatanan rambut di era 20-an juga kece-kece pisan!

Lady Cora dengan salah satu bajunya yang cakeeep


+ Michelle Dockery itu kulitnya bagus, ya! Tapi setelah diperhatikan lagi, kulit orang-orang Inggris itu kayaknya emang bagus-bagus, deh. Warna putih porselen gitu.

Lady Mary

+ Salah satu impian saya adalah jalan-jalan ke Highclere Castle yang tak lain adalah kastil tempat syuting Downton Abbey. Soalnya baguuuuuus banget pemandangan di sekitar kastil itu. Semoga akan ada rezeki saya untuk bisa ke sana. Amiiien….

Highclere Castle
(Foto: Airbnb)

Yang saya kurang suka dari serial ini:
– Saya sempat trauma nonton season 4 episode 3. Episode ini sempat membuat gempar karena ‘went to far’. Episode ini bisa membungkus kejadian jahat banget dengan elegan. Tapi kita jadi bisa ikut merasakan apa rasanya jadi korban kejahatan tersebut.
– Serial ini tokohnya banyak, udah gitu mereka datang dan pergi pula. Jadi kalau kalian seperti saya yang sempat stop beberapa tahun sebelum akhirnya nonton sampai habis, kalian pasti bingung dengan nama-nama tokohnya. Harus nonton beberapa episode sebelumnya biar jadi paham lagi jalan ceritanya.
– Subtitle bahasa Indonesia di Prime Video suka jelek dan ngaco. Jadi sayang banget bahasa ‘tingkat tinggi’ kaum aristokrat itu tidak terjemahkan dengan baik.

Rate: 5 out of 5
Serial ini (akhirnya selesai) saya tonton di Prime Video

Ini trailernya…

Comment

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: