
Film konflik keluarga Indonesia yang paling realistis yang pernah saya tonton.
Film ini mengisahkan tentang sebuah keluarga dengan tiga orang anak. Angkasa (Rio Dewanto) si sulung, Aurora anak kedua (Sheila Dara Aisha), dan si bungsu Awan (Rachel Amanda). Masing-masing anak punya permasalahan tersendiri. Angkasa yang selalu ditekan agar jadi contoh dan pelindung adik-adiknya. Aurora khas anak tengah yang keberadaannya hanya sebagai bayang-bayang di keluarga. Sedangkan si bungsu Awan selalu jadi pusat perhatian dan terlalu dilindungi. Ayah mereka, yang diperankan oleh Donny Damara, adalah orang yang dominan. Sedangkan si ibu, diperankan oleh Susan Bachtiar, sangat pasif.
Mereka semua berusaha menjalankan peran masing-masing agar keluarga tetap rukun. Namun apa yang tidak dibicarakan dalam keluarga, lama-lama bisa jadi bom waktu juga.
Yang saya suka dari film ini:
+ Ceritanya oke! Permasalahan masing-masing anggota keluarga itu sederhana tapi kompleks. Ceritanya juga terasa dekat banget, karena memang itu kebanyakan permasalahan di suatu keluarga.
+ Pola bertuturnya bagus! Kisah ini banyak menceritakan masa lalu dengan flash back, tapi tetap mudah dimengerti. Malah banyak adegan flash back ke masa lalu ini membangun misteri yang klimaks di akhir film.
+ Semua aktingnya oke! Tapi tetap kesheyengan saya dalam film ini tetap Rachel Amanda yang selalu natural dalam berakting
+ Baju-bajunya Aurora keceee pisaaaaaaan! Suka banget sama gaya Aurora dari ujung kepala sampai kaki.
+ Film ini menampilkan band Arah. Bandnya si Hanum. Woohooooo!
+ Posternya bagus! Warnanya cakep, pose semua orang tersenyum menutupi beban hidup masing-masing juga ciamik
Yang saya kurang suka dari film ini:
– Mas Rio Dewanto, kamu ganteng. Aku padamu. Tapi aku kok ngerasa kamu terlihat terlalu tua untuk peran ini ya? Terus, rambutmu di film ini kok acak-acakannya agak aneh, mas. Jangan marah ya, mas. Aku padamu lho, mas.
– Ada satu adegan marah-marah bapak Donny Damara yang entah kenapa terlihat kurang pas di mata saya. Kayaknya terlalu dipaksakan. Tapi di satu adegan itu doang, kok.
– Ada band Arah di film ini. Bandnya si Hanum. Tapi si Hanumnya kagak kesorot mukanya. Hadeh…. *tepok jidat* Yodah, dengerin gebukan drum dan suara Hanum di sini ya. Iya, klik di sini ya.
– Ada beberapa poster yang menampilkan Ardhito Pramono yang ikut muncul di film ini. Terlepas aktingnya Ardhito yang oke di film ini, tapi menurut saya dia kurang pas untuk masuk poster. Cukup tentang tiga orang kakak-adik dan keluarganya aja. Karena memang pusat ceritanya di situ.
– Film ini diangkat dari buku hipster ngehits dengan judul yang sama karya Marchella FP. Nah, isi buku dan jalan cerita film ini sama sekali nggak nyambung. Bahkan quote-quote bagus dari bukunya Marchella kayaknya nggak banyak dipakai deh di film ini. Jadi film ini rasanya kayak pinjam judul bukunya doang, lalu dibikin cerita yang jauh berbeda.
– Wajah pemeran tokoh di masa lalu mereka nggak ada yang singkron. Contohnya tokoh Angkasa waktu balita dia itu terlihat kayak anak Melayu bermata belo’. Terus pas SMP, mukanya kenapa jadi chinese?
Begitu juga dengan tokoh si ibu. Waktu mudanya dia kayak cewek bandung yang putih. Pas versi tuanya kok jadi Susan Bachtiar yang chinese? Ini bukan rasis lho ya. Ini cuma mengungkapkan ketidakmiripan para tokoh muda dan dewasanya. Dalam hal ini NKTCHI harus belajar sama film Bebas. Di film Bebas tokoh masa muda dan dewasanya bisa mirip gitu.
Film ini saya tonton di Netflix.
Rate: 4,5 out of 5
Ini trailernya…