Aloha handai taulan sekalian…
Beberapa waktu ini saya tertarik dengan Line@. Tahu Line@ nggak? Itu lho, aplikasi Line yang biasanya dipake oleh online shop agar chat sama customernya bisa lebih mudah. Yang para sista online shop selalu bilang ‘LINE: @abcd-jangan lupa pakai tanda @nya’. Iya akun Line yang begitu.
Yang paling menarik dari Line@ adalah mereka mengklaim kalau bisa datangin duit. Katanya kayak di-monetize gitu lah. KATANYA!
Sebagai emak-emak yang selalu kekurangan duit tapi kebanyakan gaya dan terlalu malas untuk berkeringat demi mendapatkan uang macam saya, tentu saja saya jadi amat sangat tertarik!
Saya pun browsing cara supaya bisa dapatin duit dari Line@. Kebanyakan sih katanya dapat duitnya dengan cara menggunakan Line@ sebagai media utnuk berinteraksi jual-beli dengan pelanggannya. Ya seperti yang dipakai oleh para sista online shop begitu.
Lalu di mana letak pendapatan uang dengan gampang dan tinggal ongkang-ongkang kaki doang yang mereka gembar-gemborkan? Coba saya browsing lagi, deh. Hmm…ketemu beberapa doang. Tapi nggak dijabarin mekanisme pastinya gimana cara uang mengalir melalui akun Line@ tersebut. Mereka cuma bilang yang intinya, ‘bikin konten di akun Line@->dapat followers ribuan->dapat uang jutaan’.
Yaelah…ini mah seperti janji-janji manis MLM. Yaitu, akan dapat uang ratusan juta asal ikut jualan. Saya kan mau dapat duit dan kemahsyuran dengan gampang. Kenapa sih kalian mempersulit hidup saya begini???
Okeh, bye Line@!
Blog walking aja ah biar nggak seteres. Eh Dian Arika Sari apa kabar ya? Coba lihat aaah…
Lalu saya tertampar pas membaca salah satu blognya, terutama bagian ini…
Fame became a goal.
When fame is a goal, it is dangerous. It creates obsession over likes and followers that don’t even matter in real life. Because when fame is a goal, things are no longer authentic. You do everything it takes to maintain and increase your fame value. You fabricate stories. You buy followers. You keep stocks of photos to upload over the next one week to look like your cafe-hopping every single day. But why lie to your followers? They are jealous of you and see yourself as #lifegoals, but little do they know, you are living a lie – no matter how big or small.
Inti dari tulisan ini adalah: KALAU MAU DAPAT DUIT, YA KERJA NYONG! ENAK AJA LO ONGKANG-ONGKANG KAKI TERUS DAPAT DUIT. KECUALI KALAU LO ITU PENJAHIT! PENJAHIT ITU KALAU ONGKANG-ONGKANG KAKI ALIAS MENGGERAKKAN KAKINYA ITU JUGA BUAT KERJA BIAR MESIN JAHITNYA JALAN. LAH ELU, UDAHLAH MESIN JAHIT NGGAK PUNYA, BISA JAHIT JUGA KAGAK, TERUS NGAREP DARI ONGKANG-ONGKANG KAKI DAPAT DUIT GITU? NENEK LO NYIMENK!!!!
[Tapi…tapi…kalau main Line@ atau dapat duit dari medsos kan yang kerja itu tangan, terutama jempol. Makanya kakinya ongkang-ongkang aja.]
ET DAH BOCAH DIKASIH TAU YANG BENER NGEJAWAP AJA LAGIK! MAU GUA KEPRET PAKE LUDAHNYA DONALD TRUMP LU BIAR RAMBUT LU JADI KAYAK SEMAK-SEMAK? MAUK? MAUK??? GUAMPARIN LU!
Panas rasanya pipi ini akibat tamparan tulisan Dian Arika Sari sodara-sodara. Saya jadi mengerti kegundahan dan kesedihan yang ada di lagu ini. Terutama bagian lirik “lihatlah tanda merah di pipi…”
Saya akhirnya sadar bahwa selama ini saya dibutakan oleh nafsu syaiton yang membuat saya gelap mata. Saya butuh uang pak *nangis nunduk di meja kantor polisi*———>laaaah macam kriminil di Buser dah!
Eh tapi beneran deh, keinginan saya untuk cepat terkenal dan melengserkan trah Raffi Ahmad dan jadi kayak raya seperti Nagita Slavina itu bikin saja lupa akan niatan awal saya menulis blog dan bermain media sosial. Dan lagi-lagi ada satu bagian tulisan Dian Arika Sari mengepret muka saya dengan pedas bagai dikepret pake sapu lidi yang dicelupin sambal mercon. Begini bunyi tulisannya…
When I started blogging back in 2007, the intention to blog was to purely write out of love. I loved the idea of owning a space in this world where we get to express our thoughts and feelings without being steered by anyone else but us.
Itulah niatan awal saya: menulis jujur dari hati dan pikiran dengan cinta.
Jadi bagaimana dengan niatan membuat akun Line@ ini? Kita batalkan saja?
Setelah saya membaca tulisan tersebut, saya jadi tambah semangat bikin akun Line@ itu. TAPIII kali ini dengan niatan yang jauuuuuh berbeda. Niatan saya betul-betul untuk berbagi dan yang saya bagi di Line@ adalah review film semata. Kenapa cuma review film? Karena saya sadar bahwa kehidupan saya sebagai emak-emak yang banyak gaya ini terlalu membosankan untuk dibagi secara kontinyu via aplikasi tersebut. Dan konon banyak teman-teman saya yang suka membaca review film yang saya tulis di blog ini. Soalnya saya nulis reviewnya secara jujur dan cetek. Nggak pake gaya penulisan pilosopis, komparatip, maupun konstruktip ala-ala review film serius di media ataupun kritikus film serius. Ya saya nulis aja, karena saya suka.
Untuk itu kalau para pembaca yang budiman berkenan, mohon di-add lah akun Line@ saya: @ymg2576q. (Jangan lupa pake ‘@’nya ya, sis)
Woelaa… Susah bener dah nama akun lu, Dis.
Iyak, maklum ini masih pake akun yang standar. Jadi nama akunnya nggak bisa milih. Kalau mau dapat nama akun yang berdasarkan pilihan kita sendiri itu harus bayar. Saya sih nggak keberatan untuk bayar, asal follower akun Line@ itu di atas angka 10 aja, saya akan coba beli deh nama akun yang bagus dan mudah dieja *ndusel-ndusel Si Punk Rock nyogok manja biar boleh gesek kartu kredit*
Kenapa targetnya cuma 10? Karena sejujurnya saya nggak yakin akan banyak yang mau follow. Abis rencananya, akun Line@ saya ini akan berisi review-review film yang pernah saya tulis di blog juga. Bedanya ini di Line@ dan foto serta video yang bisa saya taruh dalam satu postingan sangat terbatas. Tapi positifnya, para pembaca yang budiman yang dulu mungkin suka bacain review film saya via handphone sekarang akan lebih mudah membacanya via Line@. Karena lebih ringan dan lebih gampang diakses. Nggak perlu loading lama untuk buka blog saya via ponsel. Begitchu ^_^
Dan ada satu hal lagi yang bikin saya nggak yakin followers Line@ saya akan banyak, yakni review-review film saya itu nggak up to date alias film yang direview kebanyakan film lama. Bukan film yang lagi tayang di bioskop. Saya sebagai penyuka film tentu saja mau banget me-review film yang sedang nangkring di bioskop. Namun apa daya, saya adalah mahmud abas (mamah muda anak baru satu) yang mengurus anaknya sendiri di rumah. Jadi kalau saya mau ke bioskop, saya harus boyong Kriby juga masuk bioskop. Sayangnya nggak semua film di bioskop itu kan cocok untuk ditonton oleh anak-anak. Ya sudah , saya nonton film di rumah saja. Itu juga malam-malam, nunggu Kriby udah mulai kriyep-kriyep.
Daaaaaan satu lagi yang mungkin akan membuat orang ogah follow akun Line@ saya, yaitu saya nggak akan me-review film Indonesia. Eits, bukannya sombong dan sok bule kayak Boy William, lho ya. Justru karena kecintaan saya terhadap film dan keterbatasan akses saya untuk menonton bioskop, maka saya ogah nonton film Indonesia yang hasil bajakan atau donlotan. Big no-no. Pokoknya kagak mau. Tapi kalau nonton film bule bajakan sih saya mau aja. Orang bule kan duitnya udah banyak. Mereka kan juga buang banyak produk gagal, mengeruk keuntungan yang pembagian hasil yang tidak sepadan, mencuci otak kita dengan makanan tidak sehat, dan mengeskploitasi alam negeri kita kan udah banyak. Jadi apalah arti kerugian mereka melalui saya yang nonton film mereka secara bajakan? *nyengir kuda*
Balik ke soal review film Indonesia… Saya juga enggan mereview film Indonesia yang saya tonton melalui tayangan televisi. Karena di tivi kadang banyak dipotongnya. Entah itu karena disensor atau emang dipotong biar durasinya pas untuk masuk iklan. Sehingga kalau saya memaksakan review film Indonesia yang tayang di tivi, rasanya nggak adil. Ibaratnya kayak mencicip nasi tumpeng dengan ayam gorengnya aja. Padahal masih ada lauk lain yang harus dicicip juga sebelum bisa menyimpulkan tumpeng itu enak atau nggak.
Jadi beqitulah qira-qira qisah inyong tentang Line@. Jika berkenan mohon difollow ya qaqaaa~~. Tolong dibantu ya *prok prok prok*
2 tanggapan untuk “Atas Nama Cinta, Saya Buatlah Akun Line@”
hemmm, sekarang ini semua blogger berusaha monetizing blog nya yah.
gue sempet agak nyinyir, tapi balik lagi ya mungkin memang kebutuhan tiap orang beda. Gue sendiri gak nolak dibayar asal masih sejalan sama tujuan ngeblog dan gak harus ngerubah drastis gaya penulisan 😀
Gw rasa sih wajar klo org pengen monetize blog ato medsosnya. Krn yg digembar-gemborin emang easy money yang dapat dihasilkan dari situ. Apalagi setelah melihat banyak yang berhasil dengan cara tersebut.
Tapi lagi-lagi, seperti yg ditulis oleh Dian Arika Sari, ngeblognya jadi nggak dari hati lagi. Jadi menghamba brand dan duit.
Padahal kan enaknya jadi blogger itu karena kebebasan menulis dari hati itu kan ya?
Eh tapi ya, jadi blogger ‘titipan’ brand itu masih mending lho. Soalnya gw pernah dengar jadi vlogger yang diendorse brand itu dicerewetin banget ama brandnya. Banyak do’s and don’tsnya yang akhirnya si vlogger jadi ngerasa produksi video iklan beneran. Bukan lagi nge-vlog.
Btw follow Line@ku dong kak. Kan lumayan buat referensi donlot pilem 😄