(Repost dari blog lama-3 April 2008)
Tadi gw marah sama sahabat gw sendiri. Gw marah sama dia karena dia ngomong sesuatu yang nggak enak tentang salah satu anggota keluarga gw. Walaupun gw kurang akrab dengan anggota keluarga yg dimaksud, TAPI DIA TETAP KELUARGA GW!
Terlepas dari benar atau tidaknya omongan sahabat gw yg satu itu, tapi rasanya darah ini mendidih klo mendengar sesuatu yg buruk tentang keluarga gw. Gw marah ma sahabat gw karena cara dia ngasih taunya tuh kaya keluarga dia yg paling bener aja. Dan dia ngasih tahu seolah-olah anggota keluarga gw tuh sebagai pelaku, bukan korban. Padahal bisa aja kan korbannya itu adalah anggota keluarga gw, karena kita kan sama-sama nggak tau kisah yg sebenarnya kaya gimana. Perlu diketahui permasalahan ini membawa sangkut paut temannya sahabat gw itu. Jadi kelihatan banget kan betapa ketidak-objektifan pandangan sahabat gw itu! Dan yg paling parah sahabat gw itu langsung mencap anggota keluarga gw itu dengan sebuah kata sifat yang ga kasar tapi tetap aja konotatif.
Gw tahu di sini gw akan terlihat seperti org yg menjelek-jelekan sahabat gw sendiri. Tapi salah ga gw kalau gw berekspektasi sebagai seorang sahabat seharusnya dia memberitahu gw secara lebih halus dan membangun, bukan menuduh atau bahkan memberi label kata sifat konotatif?
Dan kalau pun tokh gw memang menjelek2an sahabat gw sendiri apakah itu salah kalau gw lebih memilih membela keluarga gw? Segimanapun jeleknya keluarga lo, mereka tetap aja keluarga lo kan?
Setelah dibaca lagi sekarang:
-Gw sampai titik ini nggak pernah sedikitpun menyesalkan keputusan gw untuk marah sama sahabat, eh ralat, mantan sahabat gw itu. Karena makin ke sini gw menyadari bahwa gw mengambil keputusan yang benar. Dan nggak ada sehari pun gw merasa kehilangan karena nggak ngobrol lagi sama mantan sahabat itu. Itulah yang terjadi kepada orang yang coba-coba mengganggu keluarga gw 🙂